Rabu, 23 Februari 2022 4611

TIM PENDAMPING KELUARGA SEBAGAI PENAKLUK STUNTING DI INDONESIA

Oleh superadmin Monalisa


Card image cap

Stunting merupakan gangguan pertumbuhan dan perkembangan anak akibat kekurangan gizi kronis dan infeksi berulang, yang ditandai dengan panjang atau tinggi badannya berada di bawah standar yang ditetapkan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan (Perpres 72 tahun 2021). Tenaga kesehatan dan tenaga lain yang bergerak dalam pelayanan kesehatan masyarakat tentu sudah tidak awam akan istilah stunting, akan tetapi bagi sebagian orang istilah ini cukup asing atau bahkan tidak pernah mendengar sama sekali, pernah mendengar pun kebanyakan dari mereka tidak paham apa itu stunting. Kejadian stunting atau anak stunting seringkali terjadi karena berbagai faktor, baik faktor yang berhubungan langsung maupun faktor yang tidak berhubungan langsung, kedua faktor ini memberikan kontribusi besar dalam terjadinya kejadian stunting terbanyak saat ini di samping hal teknis lain nya.

Informasi mengenai dampak dan pencegahan atas kejadian anak stunting perlu disebar luaskan khusus nya pada sasaran yang berpotensi resiko tinggi stunting yaitu calon pengantin/calon pasangan usia subur dan ibu hamil, dua sasaran ini menjadi fokus pendampingan tim pendamping keluarga (TPK) guna mencegah dan meminimalisir kejadian stunting, tidak kalah penting nya adalah dengan melakukan pemantauan tumbuh kembang balita sesuai dengan tahapan pada kartu kembang anak (KKA). Berdasarkan beberapa tulisan dan artikel tentang stunting terdapat beberapa dampak negative pada anak stunting diantaranya dalam jangka pendek dapat menyebabkan gagal tumbuh, hambatan perkembangan kognitif & motorik yang berpengaruh pada perkembangan otak dan keberhasilan di sekolah dan juga tidak optimalnya ukuran fisik serta gangguan metabolisme, sedangkan dampak lain bagi wanita stunting  yaitu pada perkembangan dan pertumbuhan janin saat kehamilan, terhambatnya proses melahirkan serta meningkatkan resiko kepada gangguan metabolisme dan penyakit kronis saat anak tumbuh dewasa (Sandra Fikawati dkk, 2017).

Penanganan stunting di Indonesia mengacu pada Peraturan Presiden nomor 72 tahun 2021 tentang Percepatan Penurunan Stunting yang selanjutnya di perkuat dengan Peraturan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana nomor 12 tahun 2021 tentang Rencana Aksi Nasional Percepatan Penurunan Angka Stunting di Indonesia Tahun 2021 – 2024. Dalam dua peraturan tersebut mengamanatkan berbagai lintas sektor, baik pemerintah, pihak swasta, LSOM, dan pemangku kepentingan terkait untuk bekerja bersama sesuai dengan strategi nasional percepatan penurunan stunting yang berfokus pada pelayanan intervensi spesifik (berhubungan langsung dengan penyebab stunting) dan intervensi sensitive (berhubungan tidak langsung dengan penyebab stunting). 

Berdasarkan hasil studi status gizi indonesia (SSGI) tahun 2021 angka stunting secara nasional mengalami penurunan sebesar 1,6 persen per tahun dari 27,7 persen tahun 2019 menjadi 24,4 persen tahun 2021, dengan catatan di beberapa daerah kabupaten/kota masih cukup tinggi terhadap angka  prevalensi balita stunted (tinggi badan menurut umut) daerah yang perlu menjadi perhatian dan kerja keras lintas sektor untuk diatasi bersama. salah satunya adalah dengan penanganan stunting yang konvergen, efektif dan efisien. Untuk melaksanakan konvergensi telah di bentuk Tim Percepatan Penurunan Stunting (TPPS) di tingkat provinsi, kabupaten/kota, kecamatan sampai dengan desa/kelurahan untuk mengimplementasikan peraturan badan nomor 12 tahun 2021 ke dalam bentuk pengelolaan rencana kegiatan yang menyasar langsung pada faktor spesifik (langsung) maupun faktor sensitif (tidak langsung) guna menginventaris layanan yang akan di berikan ke masyarakat untuk mencegah dan menangani kejadian stunting.

Penanganan stunting saat ini sangat fokus yaitu melalui pendekatan pencegahan dari hulu, dimana potensi yang akan menyebabkan stunting menjadi fokus utama dalam mencegah stunting, calon calon pengantin yang akan menjadi calon pasangan usia subur setelah menikah menjadi sasaran utama tim pendamping keluarga dalam mendampingi, memantau, serta meng evaluasi. Tim ini akan selalu memberikan pelayanan yang paripurna dengan tugas utama mendeteksi dini faktor resiko stunting serta melakukan pendampingan dan survailance (pengamatan), dengan kekuatan 200.000 ribu tim atau 600.000 ribu orang yang bertugas di desa/kelurahan sampai dengan tingkat dusun/RW di seluruh indonesia dengan komposisi tim terdiri dari bidan atau tenaga gizi atau tenaga kesehatan lainya, kader pkk dan kader KB yang masing masing mempunyai peran dan tugas berbeda.

Bidan atau tenaga kesehatan dalam tim di tunjuk sebagai koordinator tim dan pemberi pelayanan medis, di samping itu melakukan tugas lain seperti menjelaskan perawatan dan penanganan pencegahan stunting pada calon pengantin sesuai keluaran hasil dari aplikasi pendampingan keluarga,pemeriksaan kehamilan,melakukan kunjungan nifas dan kunjungan neonatal serta melakukan asuhan kebidanan pada bayi baru lahir dan pelayanan medis lainya, sedangkan untuk peran kader PKK lebih pada menitikberatkan pada KIE dan penggerakan dan perubahan perilaku pada kelompok sasaran untuk dapat menerima pelayanan sesuai dengan kebutuhan di masing masing kelompok sasaran, contoh dalam penggerakan ini adalah dengan memastikan calon pengantin mengikuti kelas dan mendapatkan bimbingan perkawinan di institusi agamanya masing masing, selain itu memastikan dan memfasilitasi ibu hamil melakukan ANC 6 kali dan memiliki buku KIA serta memastikan bayi 6 bulan  mendapatkan ASI eklusif dan memastikan bayi mendapatkan imunisasi dasar lengkap dan memantau perkembangan balita sesuai dengan umurnya, selanjutnya peran dan tugas Kader KB hampir sama dengan tugas kader PKK akan tetapi lebih pada pencatatan dan pelaporan atas kegiatan baik yang dilakukan di kelompok kegiatan atau kegiatan lainya yang berhubungan dengan percepatan penurunan stunting.

Selain kegiatan diatas tim pendamping keluarga berperan pula untuk melakukan pendampingan keluarga berkelanjutan di mulai dari skrining calon pengantin mengenai kelayakan menikah 3 bulan sebelum hari H, pendampingan ketat bagi catin tidak lolos skrining, dilanjutkan dengan pendampingan untuk ibu hamil: pendampingan skrining awal, pendampingan kehamilan sehat,deteksi dini setiap penyulit, lalu pendampingan masa nifas: memastikan KB pasca salin,KIE asupan gizi busui, memastikan kunjungan postnatal care, dan yang terakhir pendampingan pada anak 0-59 bulan dengan melakukan skrining awal bayi baru lahir dan pengasuhan,pemantauan tumbuh kembang balita.

 

Penulis: Ridwan Fadjri Nur

Penata Kependudukan dan KB Ahli Madya

Jl. Permata No.1 Halimperdana Kusuma – Jakarta Timur